Ratusan prajurit tersebut menata diri dengan membentuk barisan, kemudian mulai berjalan beriringan menuju arah timur untuk memulai mengelilingi kompleks Keraton atau Kelurahan Baluwarti, Pasar Kliwon, Solo.
Di belakang barisan prajurit, terdapat rombongan Sentono yang turut serta berjalan. Para Sentono mengenakan beskap warga putih yang dipadupadankan dengan bawahan kain jarik tersebut berjalan beriringan bersama para abdi dalem yang mengenakan beskap hitam. Setelah mengitari kawasan Baluwarti, mereka lantas keluar melalui supit urang menuju Masjid Agung.
(sumber: foto.okezone.com)
Rombongan prajurit, Sentono, serta abdi dalem Keraton Solo bersama-sama melaksanakan Kirab Seribu Tumpeng dalam rangka memperingati malam selikuran atau malam ke-21 Ramadan.
(sumber: foto.okezone.com)
Rombongan Kirab Seribu Tumpeng membutuhkan waktu sekitar 50 menit perjalanan mulai dari Kori Kamandungan Keraton, kemudian mengitari kompleks Keraton, hingga sampai di Serambi Masjid Agung. Peserta kirab menata nasi tumpeng dan berdoa bersama setelah sesampainya di Serambi Masjid Agung.
Setelah pembacaan sejarah kirab oleh pihak Keraton, nasi tumpeng yang berukuran kecil di mana berisi nasi gurih, dua telur puyuh, sebuah potongan mentimun, satu cabai, dan kedelai hitam tersebut mulai dibagikan kepada ratusan orang yang hadir di Serambi Masjid Agung. Para peserta kirab dipersilahkan untuk ikut serta berebut nasi tumpeng.
K.P. Winarno Kusumo, selaku Wakil Pangageng Sasana Wilapa Keraton Solo, mengatakan bahwa pembagian tumpeng tersebut untuk menyambut malam selikuran sudah menjadi tradisi Keraton yang sudah ada sejak masa kerajaan Demak, yang dilakukan pula oleh para wali. Tradisi tersebut, menurutnya, digelar untuk menyambut kedatangan malam seribu bulan atau malam lailatul qadar dalam Islam.
“Jumlah seribu tumpeng yang dikirab menggambarkan seribu bulan bagi umat Islam yang beribadah pada malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadan. Sedang tumpeng berisi nasi berwarna putih menandakan kesucian,” ujar Winarno.
Winarno menjelaskan Kirab nasi tumpeng tidak hanya sebagai bentuk kepedulian “manunggaling kawula gusti” namun juga sekaligus juga menjadi sarana hiburan yang disajikan Keraton Solo untuk masyarakat.
Sumber: Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos
Sumber foto: http://foto.okezone.com